#Cerita Makna : Racun dan Tabib yang Bijak

(Sumber gambar dari Google)

Kali ini kita akan membahas sebuah kisah yang ada kaitannya dengan racun, kira-kira ada apa dengan si racun ini, ternyata di dunia ini ada racun yang sangat mematikan, bisa membuat orang jadi penyakit jiwa (gila) dan racun ini bisa menjatuhkan korban jiwa sampai jutaan bahkan milyaran, berlebihan gak ya bahasa kiasannya? hehehe :D maaf lebay dikit, gak apa-apa lah yaa, tapi kenyataannya racun yang satu ini sungguh berbahayanya tuh pake banget yaitu bahaya banget dan tanpa kita sadari, bisa jadi racun ini tuh nempel di diri kita, yaudah deh seperti biasa, biar gak penasaran kita simak kisahnya, kalau udah pernah baca #Cerpen Pendek yang judulnya kisah garam yang manis, nah ini tokohnya masih sama, yaitu tentang keluarga Mas Kalam Sastra
Dahulu ketika Mas Kalam Sastra baru awal menikah dengan Nyi Mas Ayu Tembang Syaira, mereka berdua tinggal di rumah Ibunya Mas Kalam Sastra, yaitu di rumah Nyi Arum Kawung. Nyi Arum Kawung ini kurang suka dengan menantunya, yaitu Nyi Mas Ayu Tembang Syaira, tiap hari ngomel melulu, pokoknya walaupun Nyi Mas Ayu Tembang Syaira gak ngapa-ngapain tetap aja dicari alasan kesalahan, supaya si Emak mertua ini bisa marahin itu menantunya. yang Sabar ya Mba Syaira qiqiqi :D, simak kisahnya dibawah ini.

Suatu ketika di rumah Nyi Mas Arum Kawung.

“Syaira, kamu ini gimana sih, suami kerja, kamu malah enak-enakan diem aja di rumah gak ngapa-ngapain, beberes rumah keq, apa keq” ungkap Nyi Arum Kawung

“Ada apa sih Mak Arum, perasaan Emak marah-marah terus, Syaira bikin masakan diomelin, Syaira beberes rumah diomelin, Syaira diem aja di omelin juga, Emak ini maunya apa hah” Bentak menantunya tersebut

Mendengar perkataan seperti itu dari menantunya, Nyi Arum Kawung marah besar sampai mukanya merah kayak cabe merah gitu, emosinya meletup-letup kayak lava gunung merapi, bahkan konon ceritanya, Mak Lampir yang terkenal katanya ratu dedemit, itu Mak Lampir bisa ngibrit lari ketakutan kalo lihat Nyi Arum Kawung marah.

“Heh Syaira, dasar kamu menantu tak tahu diuntung, gimana gak marah-marah, kamu itu gak becus apa-apa, apanya yang beberes, kamu beberes rumah malah acak-acakan yang ada, bikin masakan juga gak enak, hambar gak ada rasanya, kerjanya tidur melulu, udah numpang malah ngelunjak ama mertua” begitulah Nyi Arum Kawung memarahi dan membentak-bentak menantunya tersebut

Kemudian datang Mas Kalam Sastra yang baru saja pulang dari mengajar, waktu awal menikah nih Mas Kalam Sastra belum jadi Resinya para Resi (kalo sekarang mungkin dosen) dan belum jadi pujangganya para pujangga, (gurunya para penulis dan penyair) dia masih biasa-biasa aja, cuma seorang pujangga biasa aja.

“Ada apa ini Mak, suaranya sampai kedengeran keluar rumah, malu sama tetangga” tanya Mas Kalam sastra

“Kamu tanya saja pada istrimu itu, coba kamu didik dia agar sopan dan punya tata krama terhadap mertua, apakah kamu tidak pernah mengajarinya” ungkap Nyi Mas Arum Kawung

Mas Kalam Sastra hanya bisa mengusap dada dan bersabar sambil terus berdoa agar istri dan ibunya bisa hidup akur. Mas Kalam Sastra tidak bisa banyak berbuat, yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah berdoa dan memohon kepada sang Maha Kuasa agar istri dan ibunya bisa akur, dengan sambil terus memahamkan dan mendidik istrinya, serta menasehati dan memberikan penjelasan kepada Ibunya.

Suatu ketika Nyi Mas Ayu Tembang Syaira sudah tidak bisa menahan amarah dan kekesalan kepada Ibu mertuanya tersebut, terlintas pikiran buruk dibenaknya

“Heumm.. apa perlu gue racun juga nih ibu mertua biar cepet mati, kesel banget tiap hari diomelin melulu, apa-apa dimarahin, tapi gimana caranya bikin racun yang mematikan, biar cepet istirahat di dalam kubur tuh ibu mertua”. Nyi Mas Ayu Tembang Syaira masih terus termenung memikirkan cara agar bisa membunuh ibu mertuanya tersebut.

“Oh iya, gue datang aja lah ke Ki Luhu Wiyang, dia kan tabib dan ahli peramu”

Ki Luhu Wiyang alias Kyai Mubarok Salam sebenarnya adalah seorang tabib cina muslim yang nama mandarinya adalah Liu Huwe Yang, hanya saja pelafalan lidah sunda Pajajaran kesulitan melafalkan nama Liu Huwe Yang, maka lidah sunda melafalkannya dengan nama Luhu Wiyang dan diberi tambahan gelar Ki sebagai bentuk adat kebiasaan terhadap orang yang berilmu, Ki Luhu Wiyang ini bukan peramu sembarangan, ia adalah seorang tabib yang sangat hebat dan mahsyur, ia mempunyai sejenis perguruan pertabiban, dan ia terkenal sebagai tabib yang sangat arif dan bijaksana.

Beberapa hari kemudian setelah mempunyai rencana untuk meracuni ibu mertuanya, Nyi Mas Ayu Tembang Syaira datang kepada tabib Ki Luhu Wiyang.

Tok tok tok terdengar suara pintu diketuk

“Sampurasun Ki” ucap Nyi Mas Ayu Tembang Syaira

“Iya silakan masuk” jawab Ki Luhu Wiyang

“Silakan duduk, Ada yang bisa dibantu” tanya Ki Luhu Wiyang

“Gini Ki, saya mau pesan bikinin racun, racun yang paling mematikan Ki, yang bisa bikin cepat almarhum Ki”

“Emang buat apaan racunya, buat ngeracun apaan dulu?, biar aki bisa bikin komposisi yang pas”

“Saya akan bayar berapa pun yang aki mau Ki, saya ingin ngeracun Ibu mertua, saya mohon Ki, aki kan terkenal sangat hebat, gak mungkin kalo aki gak bisa bikin, Ibu mertua saya itu udah gak bisa ditolerir lagi, saya udah kesal Ki”

“Astagfirullah, ada masalah apa sampai Nyi mau meracuni mertua sendiri?”

Ki Luhu Wiyang kaget bukan kepalang, dia sangat kebingungan, karena di dalam adat kebiasaan tabib (kalo sekarang sejenis etika profesi) , para tabib dan peramu sudah disumpah janji, bahwa para tabib dan peramu dilarang keras untuk menolak orang yang meminta bantuan atau orang yang memerlukan jasanya, terlepas dari apapun yang diminta oleh orang yang datang kepadanya, ia harus tetap melayani, sebenarnya tabib tidak perlu tahu dan tidak perlu menanyakan bila ada orang yang meminta sesuatu yang janggal atau aneh, ia cukup mengerjakan saja apa yang ingin dimintai oleh orang yang memerlukan jasanya, tapi beda halnya dengan Ki Luhu Wiyang, karena dia adalah seorang tabib yang bijak, oleh karena itu ia selalu menanyakan untuk keperluan apa, untuk mengobati apa, untuk meracuni apa, agar ilmu yang dimilikinya bisa bermanfaat dan memberikan dampak yang baik serta tidak disalahgunakan.

“Saya mohon Ki, saya ingin meracuni Ibu mertua karena dia selalu membenci saya Ki, tiap hari saya selalu diomelin, kuping saya panas mendengarnya, apalagi dia juga membicarakan hal yang jelek tentang saya kepada para tetangga” ungkap Nyi Mas Ayu Tembang Syaira

Tunggu Sebentar” jawab Ki luhu Wiyang, kemudian dia masuk ke dalam ruang peracikan ramuan

Ki Luhu Wiyang sedari tadi jalan bolak-balik di ruang peracikan ramu, ia berpikir sambil terus berdzikir memohon petunjuk kepada sang Maha Pemberi Petunjuk yaitu Allah.

“Yaa Allah berilah hambamu petunjuk dalam masalah ini”

Tidak lama kemudian keluarlah Ki Luhu Wiyang sambil membawa sejenis bubuk ramuan

“Wahai Nyi Syaira, dengarkan saranku, bila Ibu mertuanya Nyi langsung mati, pasti semua orang akan curiga, sudah pasti Nyi akan dituduh, karena tidak ada yang lebih patut dicurigai kecuali engkau Nyi, karena hanya Nyi yang tiap hari bertengkar dengannya dan kalau ketahuan bisa dihukum penggal, maka Nyi harus gunakan cara yang halus dan perlahan selama kurang lebih 3 bulan, Nyi setiap hari harus memasak dan membuatkan makanan yang paling enak dan paling disukai oleh Ibu mertua, Saya akan memberikan bubuk ini untuk Nyi, Nyi harus tuangkan bubuk ini ke dalam setiap makanan yang Nyi masak”

“Agar orang lain tidak curiga bahwa Nyi yang meracuni, maka Nyi harus berlaku sopan santun, harus ramah, harus menurut kepada Ibu mertua, jikalau ibu mertua membuat Nyi kesal, maka Nyi harus bersabar, harus benar-benar sabar dan ikuti saja apa kemauan Ibu mertua Nyi, bantulah Ibu mertua, bergegas lah segera bila Ibu mertua memintamu bantuan mu, sekali lagi Nyi harus ingat pesanku ini, Nyi harus sabar agar orang lain tidak curiga terhadap Nyi”

“Baiklah Ki, Saya akan ingat pesan aki, saya akan sangat hati-hati”

Nyi Mas Ayu Tembang Syaira sangat senang dan bergembira karena ia sudah mendapatkan racun untuk membunuh Ibu mertuanya, setibanya ke rumah, ia pun ditanya oleh Ibu mertuanya sambil marah-marah

“Heh Syaira, dari mana saja kamu, dasar tukang kelayaban” tanya Nyi Arum Kawung

tapi kemudian Nyi Mas Ayu Tembang Syaira malah mencium tangan Ibu mertuanya tersebut, ia tidak marah-marah, dia berusaha sabar karena ingat pesan dari sang tabib agar orang lain tidak mencurigainya

“Maafin Syaira Mak, tadi Syaira ada perlu Mak” Jawab Syaira sambil tersenyum
“Mak Arum, Mak hari ini pengen makan apa? Syaira masakin ya, biar sekalian Syaira belajar masak Mak”

Nyi Arum Kawung merasa aneh dengan perubahan sikap menantunya tersebut, tapi saat itu ia tidak peduli. Kemudian Syaira pun memasak makanan kesukaan Ibu mertuanya, tak lupa ia memasukan bubuk yang ia dapat dari tabib, lalu ia sugguhkan masaknnya itu kepada Ibu mertuanya.

“Mak Arum, Cobain masakan Syaira Mak, sekarang Syaira udah belajar masak yang enak”

“Mana Coba sini, biar Mak Coba”
“Masyaallah Syaira, tumben kamu masaknya enak banget, apalagi ini makanan kesukaan Emak” ungkap Nyi Arum Kawung

Setelah hari itu, setiap hari Nyi Mas Ayu Tembang Syaira selalu menaburkan bubuk buatan sang tabib untuk ditaburkan ke dalam masakan dengan harapan agar Ibu mertuanya keracunan, dan setiap pagi ia rajin selalu membuatkan sarapan serta berusaha sabar jikalau Ibu mertuanya marah-marah, bahkan dilayaninya dengan sangat baik ibu mertuanya tersebut, melihat perubahan sikap istrinya yang menjadi lebih baik membuat Mas Kalam Sastra sangat bahagia, satu bulan pertama sudah terlewati, Nyi Mas Ayu Tembang Syaira bergumam di dalam hatinya

“Masih 1 setengah bulan lagi”

Namun kini lambat laun perilaku Ibu mertuanya pun ikut berubah, dia menjadi sangat baik dan sangat menyayangi menantunya tersebut, Nyi Arum Kawung menganggap Nyi Mas Ayu Tembang Syaira seperti anak kandung sendiri bahkan lebih-lebih dari pada itu, dia sangat membanggakan menantunya tersebut, setiap berkunjung ke rumah tetangga atau bertemu dengan para tetangga, ia selalu menceritakan tentang kebaikan dan keberbaktian menantunya tersebut, dia sangat bahagia dan bangga karena memiliki menantu yang sangat baik seperti Syaira.

“Syaira anaku, ke sini nak, sini ke Emak” ucap Nyi Arum Kawung memanggil Syaira menantunya

“Ini Emak belikan kamu kain baru, supaya kamu bisa terlihat lebih manis dan anggun, Emak juga bawain buah-buahan, kamu makan ya, katanya tadi pagi kamu mual-mual, jangan-jangan kamu lagi ngidam” ungkap Nyi Arum Kawung

“Aduh Mak, Syaira gak ngidam, cuma lagi kurang enak badan aja Mak, Emak jadi repot-repot begini” ungkap Syaira

“Ya tidak apa-apa Syaira, Emak gak repot koq, walaupun kamu lagi gak ngidam, Emak pengen beliin buah aja buat kamu”

Kemudian tiba-tiba saja Nyi Mas Ayu Tembang Syaira menangis sejadi-jadinya, tangisnya pecah, tak bisa ia bendung, suara tangisannya sampai terdengar ke rumah para tetangga, dipeluknya erat Ibu mertuanya tersebut, ia berlutut sambil terus menangis berurai air mata

“Mak maafin Syaira ya Mak, maafin Syaira selama ini, maafin Syaira Mak, hheuuheuuheuuheuu...... (suara tangisan)

“Bangun nak, jangan seperti itu, ada apa”. Diangkatlah menantunya itu, kemudian menantunya tersebut kembali memeluknya dengan sangat erat, hampir beberapa jam lamanya Syaira menangis dipelukan ibu mertuanya tersebut.

Kini perasaan Syaira sudah sangat berubah total, dia sama sekali tidak memiliki rasa dendam dan benci kepada Ibu mertuanya, malah justru sebaliknya kini ia sangat menyangi Ibu mertuanya, ia tidak mau kehilangan Ibu mertuanya karena bubuk yang selama ini ia taburkan di setiap masakan.

Maka kemudian Syaira pun pergi menemui Ki Luhu Wiyang alias Liu Huwe Yang alias Kyai Mubarok Salam, Syaira terlihat sangat tergesa-gesa menemui Ki Luhu Wiyang.

“Ki, Ki Luhu Wiyang” ucap Nyi Syaira memanggil

“Iya silakan masuk, Eh Nyi Syaira, bagaimana Nyi perkembangannya?” tanya Ki Luhu pada Syaira
tanpa berbasa-basi lagi, Nyi Syaira langsung menyampaikan tujuannya, terlihat ke khawatiran di wajahnya

“Ki, Ki saya mohon buatkan penawar racun untuk Ibu mertua saya, saya mohon Ki, saya akan bayar 2x lipat dari sebelumnya, bahkan berapapun yang Ki mau” ungkap Nyi Syaira

“Wah sungguh sayangnya Nyi, bubuk yang kemarin saya buat tidak ada penawarnya, saya tidak bisa membuat penawarnya” jawab Ki Luhu

Syaira pun menangis, kedua tangannya ia tutupi ke wajah

“Apa aki sungguh tidak bisa membuat penawarnya Ki, saya tidak mau kehilangan Ibu mertua saya Ki, tinggal beberapa hari lagi genap 3 bulan” ungkap Syaira dengan terus menangis

Ki Luhu Wiyang kemudian tersenyum

“Wahai Nyi Syaira, dengarkanlah aku baik-baik, dengarkan aku Nyi, aku tidak bisa membuatkan penawarnya karena bubuk yang aku berikan kepadamu itu bukanlah racun, dari awal aku tidak pernah mengatakan bahwa yang aku berikan itu adalah racun, akau hanya mengatakan taburkan bubuk ini di setiap Nyi membuatkan masakan untuk Ibu mertua, bubuk yang aku berikan itu sebenarnya adalah bumbu masakan terbaik yang pernah aku buat, ia sangat baik untuk kesehatan dan daya tahan tubuh”

“Jadi yang selama ini aku taburkan bukanlah racun tetapi bumbu masakan, apakah benar begitu” tanya Syaira kepada Ki Luhu

“Iya benar, ketahuilah Nyi Syaira, bahwa racun yang sebenarnya itu ada di dalam hati kita sendiri, rasa benci, dendam, kesal itulah racun yang kemarin bersemayam dalam hatimu,
tenang saja ibu mertua mu, tidak akan terjadi apa-apa padanya, ia akan baik-baik saja.

Jadi begitulah, sebenarnya ada yang namanya hukum pantul, yaitu apa yang kita lakukan kepada orang lain maka akan kembali lagi pada diri kita, bila kita selalu ramah dan baik kepada orang lain, maka orang lain pun akan ramah dan baik kepada kita, bila kita menghargai dan menghormati orang lain, maka orang lain pun akan sepert itu kepada kita, jika apa-apa yang kamu sendiri tidak ingin orang lain lakukan kepadamu, maka kamu jangan lakukan hal itu kepada orang lain, bila kamu ingin orang lain memperlakukan diri mu dengan baik, maka kamu juga harus memperlakukan hal itu kepada orang lain.

*Kisah ini Fiksi semata
*Kisah ini terinpirasi dari falsafah kebijaksanaan Tiongkok (Chinese Wisdom) dan petuah bijak filsuf-filsuf Tiongkok
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama