Kali ini kita akan membahas
sebuah kisah yang ada kaitannya dengan racun, kira-kira ada apa
dengan si racun ini, ternyata di dunia ini ada racun yang sangat
mematikan, bisa membuat orang jadi penyakit jiwa (gila) dan racun ini
bisa menjatuhkan korban jiwa sampai jutaan bahkan milyaran,
berlebihan gak ya bahasa kiasannya? hehehe :D maaf lebay dikit, gak
apa-apa lah yaa, tapi kenyataannya racun yang satu ini sungguh
berbahayanya tuh pake banget yaitu bahaya banget dan tanpa
kita sadari, bisa jadi racun ini tuh nempel di diri kita, yaudah deh
seperti biasa, biar gak penasaran kita simak kisahnya, kalau udah pernah
baca #Cerpen Pendek yang judulnya kisah garam yang manis,
nah ini tokohnya masih sama, yaitu tentang keluarga Mas Kalam Sastra
Dahulu ketika Mas Kalam
Sastra baru awal menikah dengan Nyi Mas Ayu Tembang Syaira, mereka
berdua tinggal di rumah Ibunya Mas Kalam Sastra, yaitu di rumah Nyi
Arum Kawung. Nyi Arum Kawung ini kurang suka dengan menantunya, yaitu
Nyi Mas Ayu Tembang Syaira, tiap hari ngomel melulu, pokoknya
walaupun Nyi Mas Ayu Tembang Syaira gak ngapa-ngapain tetap aja
dicari alasan kesalahan, supaya si Emak mertua ini bisa marahin itu
menantunya. yang Sabar ya Mba Syaira qiqiqi :D, simak kisahnya
dibawah ini.
Suatu ketika di rumah Nyi Mas
Arum Kawung.
“Syaira, kamu ini gimana
sih, suami kerja, kamu malah enak-enakan diem aja di rumah gak
ngapa-ngapain, beberes rumah keq, apa keq” ungkap Nyi Arum Kawung
“Ada apa sih Mak Arum,
perasaan Emak marah-marah terus, Syaira bikin masakan diomelin,
Syaira beberes rumah diomelin, Syaira diem aja di omelin juga, Emak
ini maunya apa hah” Bentak menantunya tersebut
Mendengar perkataan seperti
itu dari menantunya, Nyi Arum Kawung marah besar sampai mukanya merah
kayak cabe merah gitu, emosinya meletup-letup kayak lava gunung
merapi, bahkan konon ceritanya, Mak Lampir yang terkenal katanya ratu
dedemit, itu Mak Lampir bisa ngibrit lari ketakutan kalo lihat Nyi
Arum Kawung marah.
“Heh Syaira, dasar kamu
menantu tak tahu diuntung, gimana gak marah-marah, kamu itu gak becus
apa-apa, apanya yang beberes, kamu beberes rumah malah acak-acakan
yang ada, bikin masakan juga gak enak, hambar gak ada rasanya,
kerjanya tidur melulu, udah numpang malah ngelunjak ama mertua”
begitulah Nyi Arum Kawung memarahi dan membentak-bentak menantunya
tersebut
Kemudian datang Mas Kalam
Sastra yang baru saja pulang dari mengajar, waktu awal menikah nih
Mas Kalam Sastra belum jadi Resinya para Resi (kalo sekarang mungkin
dosen) dan belum jadi pujangganya para pujangga, (gurunya para
penulis dan penyair) dia masih biasa-biasa aja, cuma seorang pujangga
biasa aja.
“Ada apa ini Mak, suaranya
sampai kedengeran keluar rumah, malu sama tetangga” tanya Mas Kalam
sastra
“Kamu tanya saja pada
istrimu itu, coba kamu didik dia agar sopan dan punya tata krama
terhadap mertua, apakah kamu tidak pernah mengajarinya” ungkap Nyi
Mas Arum Kawung
Mas Kalam Sastra hanya bisa
mengusap dada dan bersabar sambil terus berdoa agar istri dan ibunya
bisa hidup akur. Mas Kalam Sastra tidak bisa banyak berbuat, yang
bisa ia lakukan saat ini hanyalah berdoa dan memohon kepada sang Maha
Kuasa agar istri dan ibunya bisa akur, dengan sambil terus memahamkan
dan mendidik istrinya, serta menasehati dan memberikan penjelasan
kepada Ibunya.
Suatu ketika Nyi Mas Ayu
Tembang Syaira sudah tidak bisa menahan amarah dan kekesalan kepada
Ibu mertuanya tersebut, terlintas pikiran buruk dibenaknya
“Heumm.. apa perlu gue
racun juga nih ibu mertua biar cepet mati, kesel banget tiap hari
diomelin melulu, apa-apa dimarahin, tapi gimana caranya bikin racun
yang mematikan, biar cepet istirahat di dalam kubur tuh ibu
mertua”. Nyi Mas Ayu Tembang Syaira masih terus termenung memikirkan
cara agar bisa membunuh ibu mertuanya tersebut.
“Oh iya, gue datang aja lah ke Ki Luhu Wiyang, dia kan tabib dan ahli peramu”
Ki Luhu Wiyang alias Kyai
Mubarok Salam sebenarnya adalah seorang tabib cina muslim yang nama
mandarinya adalah Liu Huwe Yang, hanya saja pelafalan lidah sunda
Pajajaran kesulitan melafalkan nama Liu Huwe Yang, maka lidah sunda
melafalkannya dengan nama Luhu Wiyang dan diberi tambahan gelar Ki
sebagai bentuk adat kebiasaan terhadap orang yang berilmu, Ki Luhu
Wiyang ini bukan peramu sembarangan, ia adalah seorang tabib yang
sangat hebat dan mahsyur, ia mempunyai sejenis perguruan pertabiban,
dan ia terkenal sebagai tabib yang sangat arif dan bijaksana.
Beberapa hari kemudian
setelah mempunyai rencana untuk meracuni ibu mertuanya, Nyi Mas Ayu
Tembang Syaira datang kepada tabib Ki Luhu Wiyang.
Tok tok tok terdengar suara
pintu diketuk
“Sampurasun Ki” ucap Nyi
Mas Ayu Tembang Syaira
“Iya silakan masuk” jawab
Ki Luhu Wiyang
“Silakan duduk, Ada yang
bisa dibantu” tanya Ki Luhu Wiyang
“Gini Ki, saya mau pesan
bikinin racun, racun yang paling mematikan Ki, yang bisa bikin cepat
almarhum Ki”
“Emang buat apaan racunya,
buat ngeracun apaan dulu?, biar aki bisa bikin komposisi yang pas”
“Saya akan bayar berapa pun
yang aki mau Ki, saya ingin ngeracun Ibu mertua, saya mohon Ki, aki
kan terkenal sangat hebat, gak mungkin kalo aki gak bisa bikin, Ibu
mertua saya itu udah gak bisa ditolerir lagi, saya udah kesal Ki”
“Astagfirullah, ada masalah
apa sampai Nyi mau meracuni mertua sendiri?”
Ki Luhu Wiyang kaget bukan
kepalang, dia sangat kebingungan, karena di dalam adat kebiasaan
tabib (kalo sekarang sejenis etika profesi) , para tabib dan peramu
sudah disumpah janji, bahwa para tabib dan peramu dilarang keras
untuk menolak orang yang meminta bantuan atau orang yang memerlukan
jasanya, terlepas dari apapun yang diminta oleh orang yang datang
kepadanya, ia harus tetap melayani, sebenarnya tabib tidak perlu tahu
dan tidak perlu menanyakan bila ada orang yang meminta sesuatu yang
janggal atau aneh, ia cukup mengerjakan saja apa yang ingin dimintai
oleh orang yang memerlukan jasanya, tapi beda halnya dengan Ki Luhu
Wiyang, karena dia adalah seorang tabib yang bijak, oleh karena itu
ia selalu menanyakan untuk keperluan apa, untuk mengobati apa, untuk
meracuni apa, agar ilmu yang dimilikinya bisa bermanfaat dan
memberikan dampak yang baik serta tidak disalahgunakan.
“Saya mohon Ki, saya ingin
meracuni Ibu mertua karena dia selalu membenci saya Ki, tiap hari
saya selalu diomelin, kuping saya panas mendengarnya, apalagi dia
juga membicarakan hal yang jelek tentang saya kepada para tetangga”
ungkap Nyi Mas Ayu Tembang Syaira
“Tunggu Sebentar” jawab Ki
luhu Wiyang, kemudian dia masuk ke dalam ruang peracikan ramuan
Ki Luhu Wiyang sedari tadi
jalan bolak-balik di ruang peracikan ramu, ia berpikir sambil terus
berdzikir memohon petunjuk kepada sang Maha Pemberi Petunjuk yaitu
Allah.
“Yaa Allah berilah hambamu
petunjuk dalam masalah ini”
Tidak lama kemudian keluarlah
Ki Luhu Wiyang sambil membawa sejenis bubuk ramuan
“Wahai Nyi Syaira,
dengarkan saranku, bila Ibu mertuanya Nyi langsung mati, pasti semua
orang akan curiga, sudah pasti Nyi akan dituduh, karena tidak ada
yang lebih patut dicurigai kecuali engkau Nyi, karena hanya Nyi yang
tiap hari bertengkar dengannya dan kalau ketahuan bisa dihukum
penggal, maka Nyi harus gunakan cara yang halus dan perlahan selama
kurang lebih 3 bulan, Nyi setiap hari harus memasak dan membuatkan
makanan yang paling enak dan paling disukai oleh Ibu mertua, Saya
akan memberikan bubuk ini untuk Nyi, Nyi harus tuangkan bubuk ini ke
dalam setiap makanan yang Nyi masak”
“Agar orang lain tidak
curiga bahwa Nyi yang meracuni, maka Nyi harus berlaku sopan santun,
harus ramah, harus menurut kepada Ibu mertua, jikalau ibu mertua
membuat Nyi kesal, maka Nyi harus bersabar, harus benar-benar sabar
dan ikuti saja apa kemauan Ibu mertua Nyi, bantulah Ibu mertua,
bergegas lah segera bila Ibu mertua memintamu bantuan mu, sekali lagi
Nyi harus ingat pesanku ini, Nyi harus sabar agar orang lain tidak
curiga terhadap Nyi”
“Baiklah Ki, Saya akan
ingat pesan aki, saya akan sangat hati-hati”
Nyi Mas Ayu Tembang Syaira
sangat senang dan bergembira karena ia sudah mendapatkan racun untuk
membunuh Ibu mertuanya, setibanya ke rumah, ia pun ditanya oleh Ibu
mertuanya sambil marah-marah
“Heh Syaira, dari mana saja
kamu, dasar tukang kelayaban” tanya Nyi Arum Kawung
tapi kemudian Nyi Mas Ayu
Tembang Syaira malah mencium tangan Ibu mertuanya tersebut, ia tidak
marah-marah, dia berusaha sabar karena ingat pesan dari sang tabib
agar orang lain tidak mencurigainya
“Maafin Syaira Mak, tadi
Syaira ada perlu Mak” Jawab Syaira sambil tersenyum
“Mak Arum, Mak hari ini pengen
makan apa? Syaira masakin ya, biar sekalian Syaira belajar masak Mak”
Nyi Arum Kawung merasa aneh
dengan perubahan sikap menantunya tersebut, tapi saat itu ia tidak
peduli. Kemudian Syaira pun memasak makanan kesukaan Ibu mertuanya,
tak lupa ia memasukan bubuk yang ia dapat dari tabib, lalu ia
sugguhkan masaknnya itu kepada Ibu mertuanya.
“Mak Arum, Cobain masakan
Syaira Mak, sekarang Syaira udah belajar masak yang enak”
“Mana Coba sini, biar Mak
Coba”
“Masyaallah Syaira, tumben
kamu masaknya enak banget, apalagi ini makanan kesukaan Emak”
ungkap Nyi Arum Kawung
Setelah hari itu, setiap hari
Nyi Mas Ayu Tembang Syaira selalu menaburkan bubuk buatan sang tabib
untuk ditaburkan ke dalam masakan dengan harapan agar Ibu mertuanya
keracunan, dan setiap pagi ia rajin selalu membuatkan sarapan serta
berusaha sabar jikalau Ibu mertuanya marah-marah, bahkan dilayaninya
dengan sangat baik ibu mertuanya tersebut, melihat perubahan sikap
istrinya yang menjadi lebih baik membuat Mas Kalam Sastra sangat
bahagia, satu bulan pertama sudah terlewati, Nyi Mas Ayu Tembang
Syaira bergumam di dalam hatinya
“Masih 1 setengah bulan
lagi”
Namun kini lambat laun
perilaku Ibu mertuanya pun ikut berubah, dia menjadi sangat baik dan
sangat menyayangi menantunya tersebut, Nyi Arum Kawung menganggap Nyi
Mas Ayu Tembang Syaira seperti anak kandung sendiri bahkan
lebih-lebih dari pada itu, dia sangat membanggakan menantunya
tersebut, setiap berkunjung ke rumah tetangga atau bertemu dengan
para tetangga, ia selalu menceritakan tentang kebaikan dan
keberbaktian menantunya tersebut, dia sangat bahagia dan bangga
karena memiliki menantu yang sangat baik seperti Syaira.
“Syaira anaku, ke sini nak,
sini ke Emak” ucap Nyi Arum Kawung memanggil Syaira menantunya
“Ini Emak belikan kamu kain
baru, supaya kamu bisa terlihat lebih manis dan anggun, Emak juga
bawain buah-buahan, kamu makan ya, katanya tadi pagi kamu mual-mual,
jangan-jangan kamu lagi ngidam” ungkap Nyi Arum Kawung
“Aduh Mak, Syaira gak
ngidam, cuma lagi kurang enak badan aja Mak, Emak jadi repot-repot
begini” ungkap Syaira
“Ya tidak apa-apa Syaira,
Emak gak repot koq, walaupun kamu lagi gak ngidam, Emak pengen beliin
buah aja buat kamu”
Kemudian tiba-tiba saja Nyi
Mas Ayu Tembang Syaira menangis sejadi-jadinya, tangisnya pecah, tak
bisa ia bendung, suara tangisannya sampai terdengar ke rumah para
tetangga, dipeluknya erat Ibu mertuanya tersebut, ia berlutut sambil
terus menangis berurai air mata
“Mak maafin Syaira ya Mak,
maafin Syaira selama ini, maafin Syaira Mak, hheuuheuuheuuheuu......
(suara tangisan)
“Bangun nak, jangan seperti
itu, ada apa”. Diangkatlah menantunya itu, kemudian menantunya
tersebut kembali memeluknya dengan sangat erat, hampir beberapa jam
lamanya Syaira menangis dipelukan ibu mertuanya tersebut.
Kini perasaan Syaira sudah
sangat berubah total, dia sama sekali tidak memiliki rasa dendam dan
benci kepada Ibu mertuanya, malah justru sebaliknya kini ia sangat
menyangi Ibu mertuanya, ia tidak mau kehilangan Ibu mertuanya karena
bubuk yang selama ini ia taburkan di setiap masakan.
Maka kemudian Syaira pun pergi
menemui Ki Luhu Wiyang alias Liu Huwe Yang alias Kyai Mubarok Salam,
Syaira terlihat sangat tergesa-gesa menemui Ki Luhu Wiyang.
“Ki, Ki Luhu Wiyang” ucap
Nyi Syaira memanggil
“Iya silakan masuk, Eh Nyi
Syaira, bagaimana Nyi perkembangannya?” tanya Ki Luhu pada Syaira
tanpa berbasa-basi lagi, Nyi
Syaira langsung menyampaikan tujuannya, terlihat ke khawatiran di
wajahnya
“Ki, Ki saya mohon buatkan
penawar racun untuk Ibu mertua saya, saya mohon Ki, saya akan bayar
2x lipat dari sebelumnya, bahkan berapapun yang Ki mau” ungkap Nyi
Syaira
“Wah sungguh sayangnya Nyi,
bubuk yang kemarin saya buat tidak ada penawarnya, saya tidak bisa
membuat penawarnya” jawab Ki Luhu
Syaira pun menangis, kedua
tangannya ia tutupi ke wajah
“Apa aki sungguh tidak bisa
membuat penawarnya Ki, saya tidak mau kehilangan Ibu mertua saya Ki,
tinggal beberapa hari lagi genap 3 bulan” ungkap Syaira dengan
terus menangis
Ki Luhu Wiyang kemudian
tersenyum
“Wahai Nyi Syaira,
dengarkanlah aku baik-baik, dengarkan aku Nyi, aku tidak bisa
membuatkan penawarnya karena bubuk yang aku berikan kepadamu itu
bukanlah racun, dari awal aku tidak pernah mengatakan bahwa yang aku
berikan itu adalah racun, akau hanya mengatakan taburkan bubuk ini
di setiap Nyi membuatkan masakan untuk Ibu mertua, bubuk yang aku
berikan itu sebenarnya adalah bumbu masakan terbaik yang pernah aku
buat, ia sangat baik untuk kesehatan dan daya tahan tubuh”
“Jadi yang selama ini aku
taburkan bukanlah racun tetapi bumbu masakan, apakah benar begitu”
tanya Syaira kepada Ki Luhu
“Iya benar, ketahuilah Nyi
Syaira, bahwa racun yang sebenarnya itu ada di dalam hati kita
sendiri, rasa benci, dendam, kesal itulah racun yang kemarin
bersemayam dalam hatimu,
tenang saja ibu mertua mu,
tidak akan terjadi apa-apa padanya, ia akan baik-baik saja.
Jadi begitulah, sebenarnya ada
yang namanya hukum pantul, yaitu apa yang kita lakukan kepada orang
lain maka akan kembali lagi pada diri kita, bila kita selalu ramah
dan baik kepada orang lain, maka orang lain pun akan ramah dan baik
kepada kita, bila kita menghargai dan menghormati orang lain, maka
orang lain pun akan sepert itu kepada kita, jika apa-apa yang kamu
sendiri tidak ingin orang lain lakukan kepadamu, maka kamu jangan
lakukan hal itu kepada orang lain, bila kamu ingin orang lain
memperlakukan diri mu dengan baik, maka kamu juga harus memperlakukan
hal itu kepada orang lain.
*Kisah ini Fiksi semata
*Kisah ini terinpirasi dari
falsafah kebijaksanaan Tiongkok (Chinese Wisdom) dan petuah bijak
filsuf-filsuf Tiongkok