Tarian Semesta : Cinta sebagai produk kebudayaan


Menohok, itulah kira-kira yang aku rasakan, bagaimana sesuatu hal yang kemudian setelah bertahun-tahun berlalu, ternyata baru aku ketahui kebenarannya di kemudian hari.

Ini soal rasa (cinta), awalnya bermula ketika aku bercerita atau lebih tepatnya berkonsultasi tentang apa yang aku alami. Yang dimana aku merasa orang ini (perempuan) adalah orang yang tepat, untuk aku menceritakan hal tersebut.

Karena mulai dari pemikiran, sikap dan lain sebagainya, sepertinya ia sangat matang dan memiliki pengalaman hidup yang luas. Sehingga kemudian aku memutuskan untuk bercerita padanya.

Pada awalnya aku bercerita padanya bahwa menurutku, sepertinya aku sedang mengalami "jatuh cinta" pada seseorang, aku bingung harus bagaimana, apa yang harus aku lakukan, sikap apa yang harus aku ambil agar aku tidak terus menerus merasa bingung.

Apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi hal itu dan kenyataan dari perasaan tersebut. Karena aku mencintai seorang gadis tapi aku tak bisa mengungkapkannya, dan kemudian ia pun memberi sebuah jawaban.

"Setiap orang memiliki caranya tersendiri untuk memilih bagaimana sikap ia saat jatuh cinta dan bagaimana ia bersikap terhadap cinta tersebut. Aku ingin bercerita padamu, apakah kamu tahu, dulu aku pernah jatuh cinta padamu. Mungkin ini bisa menjadi sebuah studi kasus untukmu.

Bagiku cinta itu adalah produk kebudayaan. Ia bisa hadir dan timbul karena ada circle yang terbangun, adanya intensitas pertemuan, adanya komunikasi yang terjalin di sebuah lingkungan, maka timbullah perasaan itu (cinta).

Aku tidak percaya cinta pada pandangan pertama. Dulu saat kita kenal di semester tiga, saat itu kita banyak terlibat di kegiatan yang sama, kita memiliki circle yang sama, intinya kita sering bertemu dan kita berbagi banyak hal. Disitulah aku mulai merasakan cinta padamu. Dari situ aku menafsirkan bahwa cinta adalah sebuah produk budaya.

Dan aku bukan tipe orang yang dengan mudah begitu saja untuk jatuh cinta, ketika aku benar-benar mencintai orang tersebut, justru aku akan diam saja. Sebisa mungkin aku akan menyembunyikannya, sampai aku benar-benar yakin bahwa rasa yang aku alami ini adalah cinta. Kita jangan terburu-buru dan tergesa-gesa untuk kemudian memvonis apa yang kita rasakan ini adalah cinta. karena bisa jadi itu hanya keinginan ego semata.

Dan jika kamu tahu, dari produk kebudayaan tersebutlah kemudian rasa itu (cinta) bisa hadir bisa dengan sendirinya, dan aku baru sadar bahwa aku benar-benar jatuh cinta padamu ketika kita semester tujuh.

Aku butuh waktu satu setengah tahun untuk menyadari hal itu, bahwa aku jatuh cinta padamu. Tapi aku bergeming, aku menyimpan rasa itu untukku sendiri, karena aku ingin tahu apakah kamu juga memiliki perasaan yang sama. Tapi ternyata feeling ku benar bahwa selama ini kamu hanya menganggapku sebagai teman dan tidak lebih, tidak ada sedikit pun terbersit rasa itu (cinta) dirimu padaku.

Dulu, aku kira kamu tidak memiliki kekasih, tapi ternyata kamu memiliki kekasih, intinya kamu menjalin hubungan dengan perempuan lain. Dan itu menjadi isyarat yang semakin meyakinkanku bahwa kau memang tidak memiliki perasaan apapun padaku.

Dan bagiku cinta itu tak mesti diungkapkan, bila kamu mencintai seseorang maka cintai saja dia. Ketika kamu bisa saling berbagi, bisa bahagia bersama, bisa jalan-jalan, bisa dekat, bisa melakukan banyak hal bersama, itu sudah lebih dari cukup.

Walaupun tak mesti diungkapkan bukan berarti kamu harus diam dan menyimpan selamanya. Bila kamu tahu isyarat itu dan kamu bisa membaca tanda-tanda isyarat itu, yaitu sebuah isyarat yang menandakan apakah dia memiliki perasaan yang sama denganmu ataukah tidak, maka barulah disitu kamu ungkapan (bahkan itupun tergantung pilihanmu, mau mengungkapkan ataukah tidak). Tapi bagiku alamiah saja, untuk mengungkapkannya pun tak perlu dijadwal, biarkan ia mengalir sebagaimana adanya. Akan ada waktu dimana hal itu boleh kamu ceritakan padanya, ketika kamu sudah kuat dan bisa menerima keadaan apapun yang nanti kamu hadapi.

Kenapa baru saat ini aku ceritakan hal ini padamu, mungkin memang inilah saat yang tepat untuk aku menceritakannya. Pedih memang, bahkan aku pernah merasa berada di titik nadir, aku selalu bertanya-tanya apakah kamu memiliki perasaan yang sama seperti yang aku rasakan padamu, dan hal itu aku hadapi semuanya sendirian. Karena bagiku, perasaanmu adalah milikmu sendiri. Aku tak bisa memaksakan perasaanmu untuk menjadi milikku.

Karena memang seperti itulah cara yang aku pilih, aku lebih memilih untuk tidak mengungkapkannya padamu. Karena bisa jadi rasa ini (cinta) memang hanya aku saja yang merasakannya, sedangkan kamu tidak merasakan hal yang sama. Dan ternyata hal itu benar, bahwa selama ini hanya aku yang merasakannya.

Bila kamu bertanya tentang bagaimana perasaanku sekarang, aku tidak tahu, sekarang aku memiliki circle yang baru, kita jarang bertemu dan aku jarang berkomunikasi denganmu.

Dan aku pun sudah tahu bahwa selama ini kamu tidak memiliki perasaan (cinta) yang sama seperti yang aku miliki waktu itu padamu.

Sekarang ada seorang lelaki yang dekat denganku dan ia berkali-kali menyatakan perasaannya padaku, tapi aku belum bisa mengatakan apakah aku memiliki perasaan yang sama padanya, karena bagiku, cinta itu tidak bisa dipahami dalam waktu satu hari. Butuh waktu lama untuk benar-benar bisa memastikan apakah rasa itu sungguh-sungguh cinta atau hanya sekedar suka belaka.

Biarkan ia mengalir dengan sendirinya, dengan alamiah sebagaimana adanya. Dan bahkan bila mampu, setan sekalipun jangan sampai tahu bila kamu memiliki perasaan cinta itu. Kamu akan menemukan waktu yang tepat, biarkan kealamiahan dari rasa cinta dan waktu yang menuntun jalannya untuk menjelaskan semua perihal itu, yaitu menjelaskan rasa cinta yang dimiliki.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama