#Cerita Pendek : Kisah dari Negeri Nusa Barokah (Seorang Sufi dan Kaum Jumudiyah)


(Sumber gambar dari Google)

Awalnya negeri Nusa Barokah adalah negeri yang sangat tentram, aman, nyaman dan damai, semua masyarakat dari berbagai golongan hidup dengan rukun dan saling bertoleransi, hingga kemudian datanglah kaum Jumudiyah ke negeri Nusa Barokah, awalnya kaum Jumudiyah ini juga adalah orang-orang yang berasal dari negeri Nusa Barokah, mereka mengembara entah ke mana, konon katanya mereka pergi mencari ilmu keselamatan ke negeri para pembawa risalah kebenaran, setelah sekian tahun lamanya akhirnya mereka pun kembali ke negeri Nusa Barokah, namun tak dinyana dan tak disangka, ketika pulang kembali ke negeri Nusa Barokah, mereka bukannya membawa kedamaian dan cinta dari ajaran sang pembawa risalah, namun yang mereka bawa adalah permusuhan dan masalah, dengan mudah mereka mengatakan bahwa golongan A sesat, golongan B bidah, golongan C syirik, golongan D ahlul Kubur, golongan E telah keluar dari Islam, bahkan yang paling parah adalah diantara mereka (kaum Jumudiyah) ada yang berani mengatakan bahwa golongan tertentu yang menyelisihi apa yang mereka (kaum Jumudiyah) yakini maka halal darahnya ditumpahkan, Naudzubillah.
Padahal golongan yang mereka katakan syirik, bidah, ahlul kubur atau halal darahnya adalah masih dari satu ajaran yang sama, yaitu ajaran Pasrah diri dan Keselamatan, hanya karena ada oknum atau sebagian dari golongan tertentu melakukan hal yang menyimpang lantas kaum Jumudiyah langsung mengeneralisasikan bahwa kaum tersebut telah syirik, langsung pukul rata dan menyatakan bahwa golongan tersebut syirik.
Pada suatu hari kaum Jumudiyah sangat senang riang gembira tak terhingga karena mendengar kabar bahwa salah satu kuburan seorang wali berhasil digusur, lalu kemudian lewatlah seorang Sufi ke tempat kaum Jumudiyah, salah seorang Syekh Jumudiyah dengan iseng ingin mendebat sang sufi yang dikenal senang berziarah kubur tersebut.

“Wahai Sufi, apa tanggapanmu setelah kuburan-kuburan itu kami hancurkan dan kami ratakan dengan tanah” tanya sang Jumudiyah

sang Sufi Menjawab
“Sebenarnya aku merasa sedih, karena banyak sejarah yang kemudian hilang, apa alasan kalian meratakan kuburan-kuburan itu?”

Syekh dari kaum Jumudiyah tersebut mentertawakan sang Sufi
“Wahai Sufi bodoh, kau ini memang tidak pernah belajar, lihatlah - akibat kuburan para wali tersebut banyak umat menjadi syirik, mereka menjadi ahlul kubur, meyembah-nyembah kubur.
“akan tetapi kuburan tersebut diam saja, dan tidak melakukan apapun, mengapa engkau menyalahkan kuburan tersebut” ungkap sang Sufi

“dasar Sufi dungu, memang benar kuburan tersebut diam saja, tetapi kuburuan para wali tersebut berpotensi menimbulkan kesyirikan, oleh karena itu untuk mencegah kesyirikan maka kami hancurkan dan kami ratakan kuburan tersebut”

Sang Sufi hanya tersenyum, dan balik bertanya
“Wahai kau Jumudiyah, Lisan mu berpotensi melakukan kebohongan, apakah karena lisan mu berpotensi melakukan kebohongan lalu kau mau menjahit mulut mu, bagaimana kalau dijahit saja mulut mu agar mencegah kebohongan, mata mu juga berpotensi melihat maksiat, bagaimana kalau mata mu dibuat buta saja, agar mata mu tidak berpotensi melihat sesuatu yang maksiat, telinga mu juga berpotensi mendengar maksiat, bagaimana kalau ditulikan saja telinga mu, tangan mu pun berpotensi melakukan maksiat, bagaimana kalau dipotong saja tangan mu, agar tangan mu tidak berpotensi untuk melakukan maksiat.

Wahai Jumudiyah bisakah kau melakukan seperti itu demi tercegahnya dirimu dari melakukan maksiat?
Jangan karena untuk mencegah sesuatu hal lantas engkau menuduh suatu hal tersebut sebagai penyebabnya, lalu menyalahkan dan merusaknya, sekalipun engkau menghancurkan dan meratakan kuburan tersebut, tetapi bila dihati mereka masih berdiri kokoh keyakinan terhadap kesyirikan, maka mereka akan tetap melakukan kesyirikan. Bukan kemudian kuburannya yang harus engkau hancurkan, tapi yang harus kau hancurkan adalah kesyirikan yang ada di dalam hati mereka, kau pahamkan mereka, kau hancurkan kesyirikan yang ada di dalam hati mereka dengan ilmu agama yang kau miliki. Bukan kau hancurkan tempatnya, justru mereka malah akan semakin menjadi-jadi dan amat membenci mu, sampaikanlah dakwah risalah dengan bil hikmah

Sang Jumudiyah hanya terdiam dan memunduk saat mendengarkan apa yang dikatakan sang Sufi, kemudian sang sufi pun pergi melanjutkan perjalanannya, sang Jumudiyah hanya bisa menatap sang Sufi yang lambat laun makin jauh dan mengecil dari pandangan matanya, terlihat sang Jumudiyah tersebut menangis.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama