Dialog Rasa : Malam



Suara geruk burung hantu menjadi senandung yang menemani pada waktu itu, elusan lembut melenakan dari angin sepoi membuat malam semakin nyaman ditambah lagi dengan pertunjukan dari daun-daun yang menari di bawah sinar rembulan
menjadi penampilan orkestra yang amat menakjubkan.

“Ada apa kau murung seperti itu, seperti pesakitan saja?" Tanyanya padaku

“Masalah ini terlalu rumit, kau tidak akan mengerti?” Jawabku

“Aku sudah hidup lebih lama dari pada dirimu, bahkan sebelum dirimu lahir, apa yang tidak aku mengerti tentang manusia dan kehidupannya”, ungkapnya

perbincangan kami pada waktu itu begitu amat berkesan, tapi mungkin aku akan dianggap sebagai orang gila, aneh atau apalah itu, tapi dari situlah aku banyak belajar tentang kehidupan yang aku jalani, aku berbincang dan bercerita dengannya.

“Baiklah, sepertinya aku harus menceritakan ini padamu, hari ini aku merasa sangat kecewa, karena apa yang telah aku korbankan ia anggap percuma dan sia-sia"
“Oh jadi seperti itu, kau merasa diri mu melakukan hal sia-sia karena tak dianggap oleh orang yang kau cintai, seperti itu bukan?”
“Iya kurang lebih seperti itu, wanita memang se-mau dan se-enaknya saja memutuskan apa yang diinginkan”
“Wohh hei-hei, adduh duhh kau tidak bisa berkata seperti itu, aku tahu kau sedang kecewa, tapi bukan berarti kau tidak berpikir jernih, jangan kau pukul rata dan kau samakan semuanya, itu tergantung dari individu masing-masing”
“Coba misalnya bila aku melihat seorang lelaki membunuh dan melakukan kejahatan, apakah kemudian kita akan mengatakan bahwa semua lelaki adalah pembunuh dan penjahat? Tidak bukan,
Kamu harus belajar memaafkan dia atau siapapun yang menyakitimu, karena mereka bukanlah malaikat yang selalu berbuat benar, mereka manusia dan kau juga, kau juga mungkin saja berbuat salah bukan?"

“Inilah sebabnya bila aku sedang sebal dengan alur cerita kehidupan yang aku jalani, aku selalu berusaha menemui mu”

Setelah berbincang, aku pergi ke dapur dan mulai membuat teh tubruk tanpa gula, rasa pahit teh tubruk mengingatkanku bahwa kehilangan itu rasanya memang pahit. Tapi ia hanya pahit sementara, setelah itu ia akan menghilang dan rasa pahit itu akan tiada, ya begitu pun dengan kehidupan, segala sesuatunya akan berlalu, entah itu pahit atau pun manis, semuanya akan berlalu.  Teh tubruk tanpa gula ini rasanya pahit-pahit nikmat.

“Ahh sedap sekali wangi teh tubruk ini, apakah kau mau mencicipinya?”
“Ah Terima kasih banyak, tapi aku tidak bisa minum seperti caramu meminum. Aku telah banyak memperhatikan kehidupan manusia, dan dari sekian juta atau bahkan milyar, kau termasuk manusia yang bisa berbincang denganku"
“Ah mungkin karena aku adalah seorang penulis dan imajinasiku tinggi, sehingga kau yang sebenarnya tidak bisa bicara, aku anggap bisa bicara”, ungkapku
“Asalkan jangan kau lakukan di depan orang banyak saja, nanti kau dianggap gila”
“ Baiklah, tentu saja. Kau lebih mudah ku ajak berbincang dari pada si Siang”, ucapku sambil tertawa
“Tentu saja dia sulit diajak bicara, karena untuk bisa berbicara dengan kami membutuhkan ketenangan, sedangkan siang hari itu sangat bising dan berisik, tapi mungkin bila kau tinggal di alam dan menyepi, kau akan bisa mendengar suara kami”
“Heumptt seperti itukah!, wahai malam aku ucapkan selamat malam, terima kasih wahai malam, karena kau sudah mau menemani ku malam ini, sampaikan pesan ku pada pagi yang terang"

Sinar rembulan tepat bersinar ke arah balkon rumahku, sungguh indah, langit malam bersih tak tersaput awan, hanya ada bulan dan bintang-bintang, sungguh menakjubkan.

#TantanganODOP4 #DialogRasa #Batch6

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama