Catatan Juang : Belajar Tentang Hidup dari Kisah Pak Sajum, "Walau Kehilangan Kaki, Namun tak kehilangan Hati."

Setiap perjalanan selalu memiliki momen dan kesan tersendiri, hal itu pula yang saya rasakan saat bersilaturahmi dan berkunjung kepada keluarga Pak Sajum.

Pagi itu, saat matahari masih malu-malu tapi mau, begitu manja menampakan cahayanya, lukisan cahaya terhampar di langit pagi yang cerah. Saat itu saya mendapatkan tugas dari kantor tempat saya bekerja untuk melakukan assesment dan kunjungan kepada salah seorang calon benefeciary (penerima manfaat) untuk melihat keadaan beliau.

Setelah bersiap-siap, saya berangkat bersama 2 rekan tim, yaitu Reksa dan Detry serta satu tim di lapangan, yaitu Kang Esa. Kami berangkat dari Kota Serang menuju Kampung Cisuren Girang, Desa Curug, Cibaliung, Pandeglang. Kurang lebih perjalanan yang harus ditempuh sekitar 4-5 jam menggunakan mobil.

Saya agak menyesal karena tidak sempat mendokumentasikan bagaimana akses jalan menuju tempat tinggal Pak Sajum, maksudnya yang ingin saya sampaikan adalah, kami saja orang yang sehat, begitu pegal-pegal dan harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk bisa melaluinya, apalagi dengan orang-orang yang memiliki keterbatasan, sungguh sulit untuk dibayangkan.

Singkat cerita, kami telah sampai di tempat tinggal Pak Sajum, kondisi tempat tinggalnya sangat sederhana, hanya terbuat dari kayu dan bambu. Namun, di sini, saya ingin menceritakan hal lain, sesuatu yang kemudian memberikan saya banyak pelajaran tentang hidup.


Kisah ini bermula dari delapan tahun yang lalu, seperti kepala keluarga lainnya, saat itu Pak Sajum yang bekerja sebagai penjaga dan buruh kelapa sawit, sedang mencari penghidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, anak dan istri.

Namun nahas, sebuah musibah harus dialami oleh Pak Sajum, saat dirinya sedang mengangkut kelapa sawit, tiba-tiba seekor ular berbisa mematuk kakinya di bagian pangkal paha, tepat di bagian yang fatal, yaitu urat sarap.

"Waktu itu saya udah gak inget apa-apa, cuma inget waktu itu darah ngucur deras dari paha ini, seperti disabet golok, darah ngucur banyak, setelah itu udah gak sadar. Alhamdulillah waktu itu ada orang yang lihat saya dan langsung bawa saya ke rumah sakit, kalau gak ada orang yang lihat, mungkin saya gak tahu masih hidup atau tidak" Ungkap Sajum.

Tak berhenti sampai di situ, kaki Pak Sajum sudah tak tertolong, bila pun dibiarkan, maka kakinya akan membusuk dan racun dari bisa ular akan merenggut nyawanya, akhirnya atas keputusan yang paling darurat, kaki Sajum terpaksa harus diamputasi sampai bagian bawah pangkal paha. Pak Sajum harus kehilangan kakinya.

"Waktu itu saya nangis, karena dulunya kondisi sehat, terus kepikiran gimana tanggung jawab saya untuk mencari nafkah buat anak istri. Bukan sedih karena kehilangan kaki, tapi mikir gimana saya kerja, saya harus kerja gimana, terus apa istri saya nanti malu karena keadaan saya, gimana ini saya, keadaannya sekarang begini" Ungkapnya lagi


Tapi, Pak Sajum beruntung, ia memiliki keluarga yang mendukungnya, istrinya tetap merawat dan menerima bagaimana pun keadaan dan kondisi sang suami, bahkan turut membantu dan bekerjasama untuk mencari cara agar bisa menghidupi ekonomi keluarga.

Istrinya berjualan jajanan anak-anak, membuat panganan gendar, membuat kerajinan atap ijuk dan lain sebagainya. Sajum pun demikian,  ia tak ingin merepotkan istrinya, ia mencari nafkah dengan berbagai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.


"Alhamdulillah, sekarang kegiatannya seperti ini aja Pak, bikin usaha kerajinan anyaman, bikin aseupan, nyiru, tempayan, bakul. Terus sambil buka bengkel, awalnya mah susah, sampai keringatan buka ban motor yang bocor juga, sekarang mah udah biasa, udah bisa. Saya juga berkebun cabe dan kacang di pinggir rumah, biar bumbu dapur gak usah beli. Alhamdulillah cukup, rezeki mah ada aja" Ungkap Sajum.

"Waktu itu pernah diajakin jadi pengemis, di ajakin supaya minta-minta di Jakarta. Kata saya gak lah, saya mendingan usaha di rumah, istri juga Alhamdulillah nerima keadaan saya. Saya mendingan usaha hasil sendiri, walau kecil yang penting berkah, Alhamdulillah kalau cukup-cukup mh" Ungkapnya lagi.


Di tempat tinggalnya yang sederhana, yang hanya terbuat dari bilik bambu dan kayu, semangat dan harapan Pak Sajum untuk terus berjuang demi keluarga tercinta begitu kuat terasa. Ia ingin anak-anaknya bisa melanjutkan pendidikan, bersekolah hingga jenjang yang lebih tinggi.


"Ini si bungu, anak yang paling kecil yang masih perlu banyak biaya. Kalau kakaknya Alhamdulillah udah nikah. Harapannya anak bungsu ini bisa sekolah yang tinggi, keluarga diberikan keberkahan dan kesehatan" 
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama