Jadilah Pribadi yang Tenang


"Semakin tenang, semakin banyak yang bisa kita dengar, semakin tenang, semakin banyak hal yang bisa kita lihat dan perhatikan"

Kita sebagai manusia sering kali merasa khawatir, gelisah, resah, atau pun cemas karena sesuatu hal yang "mungkin" tidak menyenangkan telah menimpa diri kita.

Secara manusiawi, hal itu memang wajar terjadi, tapi terkadang manusia juga sering kali menyikapinya secara berlebihan. Sering kali khawatir, kesal, gelisah ataupun cemas terhadap hal-hal yang sebenarnya jika kita mau sejenak mengambil jarak, maka kita bisa melihat bahwa perkara tersebut sebenarnya sederhana saja. Jika kita berpikir jernih dan bersikap tenang, maka kita akan menemukan jalan keluar atau pun solusi dari masalah tersebut.

Kita (manusia) sering kali tergesa-gesa dan terburu-buru terhadap sesuatu hal, padahal tergesa-gesa itu sangat berbahaya dan bisa sangat merugikan. Misalnya tergesa-gesa mengambil kesimpulan, tergesa-gesa dalam bertindak dan bersikap, yang pada akhirnya memunculkan sikap yang gegabah.

Agar bisa menjalani hidup dengan baik, diperlukan sikap dan karakter yang tenang, yang bisa dengan jernih melihat segala sesuatu dengan cara pandang yang murni.

Dalam hal ini, kita akan belajar dari filosofi air yang mengalir dengan tenang, coba perhatikan air yang mengalir dengan tenang, kita bisa melihat apa yang terkandung di dalamnya, bandingkan jika airnya bergemuruh, adakah yang bisa dilihat di dalamnya.

Air yang mengalir dengan tenang akan menghadirkan dan menumbuhkan kehidupan, air yang bergemuruh dengan gelombang yang bergejolak seperti banjir atau tsunami, akan merusak dan menghancurkan kehidupan, kurang lebih seperti itulah gambarannya.

Ketika kita tergesa-gesa, panik yang tak karuan dan tak terkendali, hal itu ibaratkan air banjir atau air Bah, ia akan merusak dan menghancurkan apapun yang ada disekitarnya.

Lalu,  bagaimana cara agar kita bisa menjadi pribadi yang tenang, yang pertama adalah dengan menyadari hakikat dari segala sesuatu yang kita jalani di kehidupan ini.

Yang pertama yaitu tidak gegeran, tidak grasa-grusu dalam menanggapi sesuatu, cari dulu akar permasalahannnya dengan jelas,mencari tahu terlebih dahulu kebenarannya.

Selanjutnya, yaitu senantiasa waspada dan sadar, waspada yaitu berhati-hati, tidak gegabah, tidak sembarangan, segala hal ditimbang dan dipikirkan dengan matang. Sadar yaitu adalah menyadari sebab akibat dari segala sesuatu yang diperbuatnya, sadar dengan apa yang sedang dialaminya, sadar dengan apa yang dilakukannya. Ia sadar apakah dilakukannya akan berakibat buruk ataukah baik.

Misalnya, ketika ada seseorang yang kemudian mencaci memaki, menghina diri kita. Kita tidak langsung terpancing, tapi belajar membuat jarak antara diri kita dengan peristiwa. Seandainya jika kita bisa belajar membuat jarak antara diri kita dengan peristiwa yang terjadi, betapa lucunya, dan anehnya hal tersebut.

Ketika bisa melihat dengan jernih terkait perilaku orang yang yang misalnya menghina diri kita, kita tidak akan marah.
Justru, kita akan merasa kasihan pada orang tersebut, karena telah menghabiskan banyak energi, bahkan waktunya hanya untuk menghina kita, kita jadi bertanya-tanya,  kenapa ia melakukan itu, sungguh kasihan sekali, waktu dan tenaganya terbuang begitu saja tanpa mendatangkan manfaat untuknya.

Bila kita tidak bisa menenangkan diri, bila tidak hati-hati dan tidak belajar memunculkan kesadaran dan kewaspadaan, mungkin kita pun akan terpancing emosi dan marah, yang pada akhirnya bisa membuat kita melakukan perbuatan yang merugikan diri kita sendiri atau bahkan orang lain. Bukankah itu sungguh rugi.

Misalnya, saat kita berada di kondisi yang dianggap sebuah musibah atau kondisi menyebalkan, ketika kita hendak buru-buru ke kantor karena ada urusan penting, tapi ketika di perjalanan ternyata kita terjebak macet parah, semua orang membunyikan klakson dan saling berteriak, kemudian ada orang di belakang marah-marah dan berkata kasar serta membunyikan klakson berkali-kali, padahal kondisi sedang macet parah dan kita sedang buru-buru. Seandainya jika kita tidak berpikir jernih dan tenang, apa yang akan terjadi, mungkin kita akan tersulut emosi dan kemudian stress, terjadi adu mulut dan pertengkaran. 

Jika kita bisa belajar tenang dan berpikir jernih, maka kita akan tahu dan sadar, bahwa sekalipun kita marah-marah, emosi dan kesal, kondisi akan tetap macet. Saat kita marah-marah, apakah masalah akan selesai, faktanya tidak. Kondisi ataupun keadaa tidak akan berubah.

Tapi, seandainya jika kita mau mengambil jeda dan nafas sejenak, kita berusaha tenang dan tidak panik, sebenarnya ada banyak opsi untuk menghadapi kondisi tersebut. Yang pertama, kita harus menyadari bahwa ada hal-hal yang berada di luar jangkauan kita, kita harus sadar bahwa di dunia ini ada sesuatu yang di luar kuasa kita, misalnya keadaan macet tadi, atau misal ditinggalkan sang kekasih, atau musibah lainnya, atau kondisi menyebalkan lainnya, apakah kita bisa memiliki kuasa untuk mengendalikan keadaan dan kondisi, tidak bisa.

Kita tidak bisa mengendalikan kondisi dan keadaan yang menimpa diri kita, yang bisa kita kendalikan adalah diri kita sendiri. Dari pada kita mengeluhkan keadaan, lebih baik kita berpikir dengan tenang dan mencari solusi ataupun alternatif yang bisa dilakukan untuk menghadapi masalah tersebut.

Misal, dari kejadian macet tadi, dari pada marah-marah dan kesal, hal pertama yang bisa kita lakukan adalah menghubungi pihak kantor bahwa kemungkinan kita akan izin terlambat karena terjebak macet, atau menelpon orang rumah untuk menjemput kita memakai motor, karena diperkirakan macet akan menghabiskan waktu yang lama, setelah itu kita bisa memakai motor, dan mobil dititipkan kepada orang rumah agar dibawa pulang. Semudah itu sebenarnya.

Seberat dan sebesar apapun masalah yang kita hadapi, pertama-tama cobalah untuk tetap tenang dan berpikir dengan jernih, hal itu memang tidak mudah, kita membutuhkan latihan dan pembiasaan dalam jangka waktu yang panjang dan lama, tapi tak ada salahnya kita mulai mencoba melatih dan membiasakannya dari sekarang.


Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama